“Hanya melalui kebebasan dan pengalaman, melalui lingkungan praktis maka pembangunan manusia terjadi”. (Maria Montessori)
Anak merupakan buah hati dari kedua orang tuanya. Terlahir dari seorang ibu yang mengandung kurang lebih 9 bulan lamanya. Ketika pertama kalinya ia keluar dari rahim ibunya itulah pertama kalinya seorang anak merasakan kebebasannya. Ia bebas bernafas dengan paru-parunya, menggerakan kaki dan tangannya, dan mengeluarkan suara dengan tangisannya. Sungguh kebebasan yang hakiki sebagai manusia.
Kebebasan seorang anak lambat laun menjadi suatu keteraturan mengikuti alarm dirinya dan perlakuan dari orang tua yang mengasuhnya. Anak akan mulai belajar untuk berbicara, merangkak, duduk, berdiri, berlari, memanjat, melompat, dan merasakan berbagai rasa makanan yang ada di sekitarnya. Rasa kasih sayang dan dilindungi menjadi kunci suksesnya tahapan ini.
Setiap anak memiliki keunikannya sendiri pada setiap tahapannya. Ada yang berbicara terlebih dahulu dari berjalan, berjalan baru kemudian berbicara, atau kedua hal tersebut muncul dengan bersamaan. Tidak ada masalah bagi pribadi anak tersebut untuk mencapai tugas perkembangannya. Namun seringkali orang tua di sekitar dengan mudahnya untuk saling membandingkan sehingga muncul kecemasan dalam diri anak.
Ketika anak mulai beranjak diusia 3 hingga 6 tahun muncul berbagai karakter yang membuat kejutan bagi orang tua. Suara teriakan, ekspresif dalam meluapkan emosi, gerakan motorik yang kadang membuat orang tua khawatir, dan menyukai hal-hal yang orang tua anggap itu aneh atau lucu. Pada masa ini, stimulasi dari orang tua diharapkan dapat semaksimal mungkin karena puncak perkembangan otak anak berada di rentang usia ini. Kebebasan pada diri anak di usia ini perlu adanya pengawasan dan arahan yang cukup sangat membutuhkan strategi dari orang tua karena anak mulai memiliki banyak referensi sikap dari keluarga, teman, atau bahkan film yang ditontonnya.
Anak belum dapat membedakan mana yang baik dan tidak, ia hanya beranggapan hal yang dilihat atau dirasakannya menyenangkan atau tidak. Itulah mengapa dunia bermain disebut sebagai dunia anak. Karena saat bermain itu mereka merasa senang dengan bebas bereksplorasi menggunakan semua panca indranya. Tidak mengherankan saat anak asyik bermain lalu marah karena diingatkan oleh orang tua untuk mandi atau makan. Pentingnya pengelolaan emosi orang tua menhadapi anak di masa ini.
Lantas bagaimana kebebasan anak anak disaat masa pandemi covid-19? Tentu saja para orang tua mempunyai tantangan tersendiri untuk tetap menjaga hak dan juga kewajiban anak. Adanya tugas tambahan bagi orang tua yang bekerja yaitu mendampingi anak untuk belajar dari rumah dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Begitu pula orang tua yang tidak bekerja, memiliki tantangan untuk berdamai dengan perkembangan teknologi yang menuntut fasilitas belajar memadai di rumah. Dengan keterbatasan kemampuan mengajar memerlukan pengelolaan emosi diri pada orang tua untuk menjadi kunci suksesnya menjaga kebebasan bagi anak di masa pandemi.
Hal ini menjadi tantangan baru bagi orang tua untuk menjaga konsentrasi anak dengan membuat situasi belajar yang menyenangkan di rumah. Kecemasan berlebih pada orang tua harus dikelola sehingga tidak menjadi beban pada anak yang mana goalsnya mereka dapat tetap fokus belajar menyelesaikan tugas-tugas dari guru.
Penting untuk disadari oleh orang tua bahwa tugas utama dalam menjaga kebebasan anak adalah menumbuhkan motivasi belajar tanpa keterpaksaan dan menciptakan tugas-tugas belajar yang kreatif serta bermakna bagi pendidik.Covid-19 merupakan virus yang harus diwaspadai oleh semua orang di dunia tetapi tidak untuk mengekang kebebasan anak untuk tumbuh secara alamiah.
Setiap anak memiliki kebebasan untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi dirinya. Orang tua memiliki tugasuntuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Begitu berat, tetapi mulianya peran orang tua untuk menjadikan kebebasan anak dalam batas-batas yang sesuai kaidahnya. Seperti yang dijelaskan oleh Maria Montessori bahwa perlu membatasi kebebasan dengan menghormati orang tua, menghormati lingkungan, menghormati diri sendiri, menghormati alat pembelajaran, dan kemajuan pada kecepatan diri sendiri.
Semoga semua anak di Indonesia tumbuh menjadi pribadi yang utuh, yang dapat menemukan potensi dirinya dengan mendapatkan kebebasan tumbuh, memilih, mencintai dan dicintai, bebas dari bahaya, bebas dari kompetisi, dan tekanan sehingga dapat membantu membangun Negara Indonesia menjadi lebih baik lagi. Selamat Hari Anak Nasional 2020! #AnakIndonesiaGembiradiRumah
RR Feronita Susanti, S.Pd
Guru TK Avicenna Jagakarsa
Leave a Reply